Karya: Harry Imam Utomo
Jam menunjuk di angka satu pagi.
Hanya aku, aku sendiri.
Berdiri dibawah lampu jalan yang hanya menyinariku.
Dihiasi bulan yang masih malu menampakan dirinya.
Bersembunyi di balik awan berwarna gelap.
Ku dengar suara rintikan hujan yang berlomba-lomba.
Menjatuhkan diri mengenai beberapa genting rumah dan jalan.
Suara jangkrik yang saling bersautan.
Bagaikan supporter sepak bola yang mendukung pemain favorit mereka.
Suaranya menemani malam ku disini yang terasa sepi.
Kutatap kearah langit dan kubuka kedua mataku.
Kulihat rintikan air yang mulai berjatuhan kearahku.
Perih rasanya menahan mata yang terbuka ini.
Melawan air yang masuk kedalam kelopak mataku.
Rintikan hujan yang terus menerus menerpaku.
Aku sudah tak kuat lagi untuk menahannya.
Kututup mataku namun kembali aku membuka mataku.
Ku ulang lagi semua itu.
Lagi, lagi dan lagi.
Dengan tekat yang keras bahwa aku sanggup mengalahkan hujan yang mengarah kepadaku.
Namun semakin lama aku mencoba.
Semakin aku mengerti bawa ketika aku memaksakan semua itu.
Aku tidak sanggup untuk menghadapinya.
Semakin keras aku mencoba maka hasilnya akan sama saja.
Rasa sakit yang akan selalu aku rasakan.
Ketika aku membuka mataku.
Kuputuskan untuk mejamkan mata dan menundukan kepalaku ke tanah.
Membiarkan semua hujan itu menerjangku sesuka yang mereka inginkan.
Membiarkan rasa dingin menusuk tulangkan.
Membiarkan semua hawa dingin membeku didalamku.
Jam menunjuk di angka satu pagi.
Hanya aku, aku sendiri.
Berdiri dibawah lampu jalan yang hanya menyinariku.
Dihiasi bulan yang masih malu menampakan dirinya.
Bersembunyi di balik awan berwarna gelap.
Ku dengar suara rintikan hujan yang berlomba-lomba.
Menjatuhkan diri mengenai beberapa genting rumah dan jalan.
Suara jangkrik yang saling bersautan.
Bagaikan supporter sepak bola yang mendukung pemain favorit mereka.
Suaranya menemani malam ku disini yang terasa sepi.
Kutatap kearah langit dan kubuka kedua mataku.
Kulihat rintikan air yang mulai berjatuhan kearahku.
Perih rasanya menahan mata yang terbuka ini.
Melawan air yang masuk kedalam kelopak mataku.
Rintikan hujan yang terus menerus menerpaku.
Aku sudah tak kuat lagi untuk menahannya.
Kututup mataku namun kembali aku membuka mataku.
Ku ulang lagi semua itu.
Lagi, lagi dan lagi.
Dengan tekat yang keras bahwa aku sanggup mengalahkan hujan yang mengarah kepadaku.
Namun semakin lama aku mencoba.
Semakin aku mengerti bawa ketika aku memaksakan semua itu.
Aku tidak sanggup untuk menghadapinya.
Semakin keras aku mencoba maka hasilnya akan sama saja.
Rasa sakit yang akan selalu aku rasakan.
Ketika aku membuka mataku.
Kuputuskan untuk mejamkan mata dan menundukan kepalaku ke tanah.
Membiarkan semua hujan itu menerjangku sesuka yang mereka inginkan.
Membiarkan rasa dingin menusuk tulangkan.
Membiarkan semua hawa dingin membeku didalamku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar